Friday, 30 August 2013

MAHAMERU: Perjalanan Menuju Puncak Para Dewa (Bagian 5)

--Puncak Abadi Para Dewa—

Middi berjalan di depan dengan ayunan langkah yang lebih cepat, kali ini aku yakin bahwa itu memang dia, sambil bilang “ane tunggu di puncak ya ki”. tak ada jawaban keluar dari mulutku, hanya sebuah anggukan kecil, mempersilahkannya melangkah di depan. Kali ini yang dikatakannya benar, tepat pukul 07.00 Middi adalah orang pertama dari Tim kami yang tiba di Puncak Mahameru, 5 menit setelahnya aku memegang tepian batu dan melihat sebuah tanah datar seluas lapangan bola, sambil berkata..

Sampai…ya, Aku Sampaaii.....

Hanya rasa haru yang memenuhi hati. Lapisan tekad kami, yang telah kami teguhkan untuk dapat sampai disini. Sebuah Impian. Harapan. Persahabatan. Cinta. Inilah satu puncak yang selalu melintas dalam setiap mimpi-mimpiku, tak hanya aku, tapi juga mimpi-mimpi mereka, sahabat yang begitu dekat bagai seorang saudara. Hati kami telah kami bawa kesini mencapai puncak tertinggi Tanah Jawa. ...

beberapa langkah lagi Puncak Mahameru
Aku menghampiri Middi yang tengah duduk santai di tengah tanah lapang itu diatas sebuah tumpukkan batu. Mataku sedikit berkaca-kaca, rasa haru memenuhi rongga dada, dan langsung ku hadapkan tubuhku ke barat, kutekuk lututku, dan aku bersujud sambil terus mengagungkan nama-Nya, Middi pun ikut dalam keharuan dan kami sujud syukur bersama di Tanah Tertinggi Pulau Jawa ini, di puncak yang konon adalah Puncak abadi pada Dewa.

MAHAMERU: Perjalanan Menuju Puncak Para Dewa (Bagian 4)

--Perjalanan Hati--

18 Agustus 2013 pukul 00.00

Dalam dingin yang membekukan di Kalimati, kami semua satu Tim telah terjaga. Semua sudah bersiap menempuh sebuah perjuangan maha dahsyat, bukan hanya perjalan fisik, tapi juga sebuah perjalanan hati. Kami akan melakukkan summit attack ke satu tempat tertinggi di pulau ini. Semua persiapan sudah harus terpasang; headlamp, masker, kacamata, jaket tebal, sarung tangan, kupluk, dan air minum yang cukup.

Masih ada satu tempat lagi yang harus dilalui sebelum kami menuju puncak abadi para dewa, tempat itu bernama Arcopodo. Sedikit di atas tempat ini adalah batasan vegetasi, hutan cemara berganti dengan gunungan pasir hingga ke puncak, Mahameru.

Dalam satu lingkaran kami semua mulai berdoa, Aku pun sejenak menundukkan kepala, dipeluk dinginnya malam hatiku memanjatkan doa pada Sang Pemilik Nyawaku ini.

Yaa Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu
malam ini aku akan melangkah menuju satu titik tertinggi
satu titik yang tak semua orang dapat berdiri di atasnya
satu titik yang tak akan mudah di gapai tanpa peran dari Mu
Yaa Allah Yang Maha besar
Malam ini bisa jadi malam terakhirku melihat bintang
Malam ini bisa jadi malam terakhirku menghirup udara bebas
Malam ini bisa jadi malam terakhirku bersua dengan alam
Maka,
Mudahkan langkahku mewujudkan mimpiku ini
Ringankan kakiku untuk melangkah menjemput puncaknya
Lancarkan aku dan semua kawan2 ku di perjalanan ini
Dan setelah malam ini
Aku akan ikhlas menerima apapun takdir yang akan menjemputku
Dengan “Bismillahirohmanirrohim”
Aku melangkah…….

Langkah kaki mulai kami ayun meningglkan tenda kami dalam kebekuan di Kalimati. Kami semua berjalan dalam barisan menuju satu tempat; Arcopodo. Kami tak sendirian, bersama ratusan pendaki lain kami berjalan beriringan. Mataku tak dapat lepas memandang Mahameru, ratusan orang tengah berusaha mencapai puncaknya malam itu. 

Seperti kunang-kunang yang bergerak dalam barisan, lampu-lampu senter mereka membentuk garis cahaya sepanjang jalur menuju puncak Mahameru. Sungguh luar biasa indah dan menggetarkan jiwa.

Satu jam pertama kami lewati dengan penuh semangat, menembus lebatnya belantara dengan jalur yang terus menanjak, sesekali kami harus pun rehat untuk mengumpulkan tenaga. Ramainya pendaki malam itu membuat kami tidak sendirian. Lalu lintas menuju Arcopodo didominasi pendaki yang berharap mencapi Mahameru pagi itu. 

Dua jam sudah kami berjalan, ketinggian kian bertambah dan alam pun mulai tak cocok lagi dengan tubuh kami. Nafas mulai tersengal, dengan oksigen yang makin sedikit, kami terus melangkah. Perlahan persedian air kami mulai menipis. Kami hanya membawa 4 botol teh manis dalam kemasan mineral 600 ml. dalam hatiku mulai gundah “ini tak akan cukup sampai puncak”

Sayup-sayup terdengar suara dari atas kami “Arcopodo, arcopodo”, dalam hati pun lega terasa, berarti tinggal satu langkah lagi menuju puncak Mahameru. Tepat pukul 03.00 kami tiba di Arcopodo. Dahulu di kanan kiri jalur ini penuh dengan prasasti “in memoriam” mengenang para sahabat yang meninggal atau hilang di Mahameru, tapi kini sudah tak banyak terlihat karena sebagian besar telah diturunkan. Biarkan Mahameru tetap dalam pelukan alam, dan kenangan akan sahabat-sahabat kami yang mati dan hilang akan kami simpan di dalam hati.

in memoriam

MAHAMERU: Perjalanan Menuju Puncak Para Dewa (bagian 3)

--Berselimut Kabut Ranu Kumbolo—

17 Agustus 2013

Masih terngiang penggalan lirik Mahameru yang terus ku putar di dalam tenda sepanjang malam.

Mendaki melintas bukit, Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin, Berselimut kabut Ranu Kumbolo...

Dua Srikandi dalam pelukan kabut Ranu Kumbolo
Syair itu benar-benar menggambarkan suasana Ranu Kumbolo pagi ini, kabut tebal menghalangi sinar surya menyentuh permukaan Ranu Kumbolo. Seolah menyelimutinya dari segala macam keburukan dan apapun yang hendak menyentuhnya. Akupun bergegas masuk ke dalam selimut kabut itu untuk ikut menikmati pagi di Bumi Pertiwi yang sedang merayakan hari kemerdekaanya yang ke-68 ini.

Dirgahayu Indonesiaku..!!!
Merdeka..!!!
Sekali Merdeka tetap Merdeka..!!!

Tepat 17 Agustus, Di tepi Danau di ketinggian 2400 meter diatas permukaan laut ini, di salah satu surga di tanah khatulistiwa ini, kurasakan bangga menjadi anak dari ibu pertiwi. 68 tahun sudah bumi ini lepas dari penjajahan kolonial bangsa lain, meski bukan berarti mutlak merdeka dari penjajahan-penjajahan lain yang terus menyerang negeri ini.

Penjajahan moral, penjajahan akhlak, dan penjajahan ideology masih terus menerpa bangsa ini. Kita memang sudah merdeka dari adu domba bangsa Belanda tapi kita masih dijajah oleh koruptor yang masih bebas merajalela. Kita memang sudah merdeka dari kekejian pasukan Jepang tapi moral pemuda kita masih dijajah olah teknologi yang memberikan pengaruh buruk bagi perkembangan mereka.

MAHAMERU: Perjalanan Menuju Puncak Para Dewa (Bagian 2)

--Perjananan Menuju Surga—

Tanggal 16 Agustus 2013

Ranu Pani di pagi hari
Dipeluk dinginnya pagi di Ranu Pani, kami bersiap untuk santap pagi dan menyiapkan diri menuju puncak abadi para dewa. Menu pagi itu adalah sayur sop hasil kolaborasi Chef Ayi dan Chef eNeng. Buatku ini adalah menu termewah yang pernah aku nikmati selama hampir 5 tahun mendaki gunung. 

Sekitar pukul 09.30 pagi kami semua mendaftarkan diri ke Pos Informasi, menyerahkan sejumlah persyaratan administratif, memang sedikit molor dari jadwal, tapi tak apalah lah yang penting sekarang surat izin pendakian Gunung Semeru sudah ditangan.

Sarapan pagi bersama di Ranu Pani
Barulah sekitar pukul 11.00 pendakian benar-benar dimulai. Jalur pendakian Semeru yang akan kami lalui adalah Ranupane – Waturejeng – Ranukumbolo – Oro Oro Ombo – Cemoro Kandang – Kalimati – Arcopodo – Puncak Mahameru. Sedang target pendakian kami hari ini adalah sebuah surga yang ada di kaki Semeru; Ranu Kumbolo.

Bersiap melangkah menuju Ranu Kumbolo

MAHAMERU: Perjalanan Menuju Puncak Para Dewa

Sejuta haru menderu…
Beribu kebahagiaan membuncah…
Ukiran senyum tersungging…
Untaian kata syukur terus mengalun…
Mengiringi jemariku menggoresakan kata demi kata…

Ini adalah cerita tentang sebuah perjalanan hati mewujudkan mimpi, penuh cerita indah dan riuh kecerian bersama keluarga baru, menuju satu tempat tertinggi di pulau ini, dengan perjalanan yang penuh kisah tak terperi, untaian doa tak bertepi, dan sebuah harapan mewujudkan mimpi..

Kalaupun perjalanan ini akan berakhir dengan hembusan nafas terakhirku, aku sudah siap untuk itu. Dan selayaknya perjalanan menuju sebuah alam mimpi, akupun dengan sejuta keiklhasan sejenak menutupkan mata lalu perlahan melangkahkan kaki menuju satu tempat yang sudah ku anggap sebagai rumah kedua itu dengan ringan. Kita berasal dari tiada, dan akan kembali ke tiada…

--Mimpi memeluk Semeru—

Dengan puncak Mahameru yang menjulang 3676 meter di atas permukaan laut, menjadikannya sebagai tanah tertinggi di pulau Jawa.

Kawasan Bromo-Semeru
Disinilah tempat Sang Idealis angkatan '66 sekaligus salah satu pendiri Mapala UI "SOE HOK GIE" tutup usia di usia emasnya, tepat satu hari sebelum ulang tahunnya yang ke-27. Disini pula sebuah cerita tentang indahnya persahabatan terukir dalam sebuah tulisan yang telah di visualisasikan 5cm.

Mendadak aku bercerita sedikit lebih dramatis perihal ini, sebuah mimpi yang akan berujung pada titik tertinggi di pulau ini. Puncak abadi para dewa. Sebuah tempat yang tak hanya mengharuskan fisik bergelut dengan alam, tetapi juga lapisan tekad yang menyelimuti hati yang bisa membawa kita kesana.